JAKARTA EKOIN.CO –
Sebanyak 26 merek beras premium tengah diperiksa oleh pihak kepolisian setelah ditemukan dugaan kuat pengemasan ulang beras kualitas biasa yang dipasarkan sebagai produk premium. Praktik ini pertama kali terungkap oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan langsung ditindaklanjuti oleh Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Ketua Satgas Pangan Polri Brigadir Jenderal Helfi Assegaf menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap puluhan merek dilakukan sebagai langkah penegakan hukum atas laporan dugaan pelanggaran standar mutu dan tata niaga beras. Pemeriksaan ini merupakan bagian dari upaya memberantas mafia pangan yang merugikan konsumen dan petani.
Menurut Brigjen Helfi, penyelidikan sudah menjangkau sejumlah perusahaan besar produsen beras premium. Dari pemeriksaan awal, ditemukan 14 merek yang tidak memenuhi standar kualitas, mencantumkan berat tidak akurat, dan menjual produk melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Empat perusahaan utama dalam sorotan penyidikan
Empat perusahaan besar yang kini diperiksa adalah Wilmar Group, Food Station Tjipinang Jaya, Belitang Panen Raya (BPR), dan Sentosa Utama Lestari. Merek-merek beras seperti Sania, Sovia, Fortune, Siip, Alfamidi Setra Pulen, dan Ayana disebut-sebut termasuk dalam daftar produk yang diperiksa.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sebelumnya menyatakan keprihatinannya atas praktik tersebut. Ia menegaskan pentingnya ketegasan negara dalam mengawal distribusi pangan yang adil dan transparan. “Kami tidak akan tinggal diam terhadap praktik curang seperti ini,” katanya.
Dalam keterangannya pada Sabtu, 12 Juli 2025, Brigjen Helfi menambahkan bahwa puluhan merek lain juga akan segera menyusul diperiksa. Satgas Pangan kini memperluas investigasi ke berbagai wilayah distribusi untuk mengungkap pelaku lain yang terlibat dalam skema serupa.
Modus pengemasan ulang dan pelanggaran HET
Investigasi gabungan antara Kementerian Pertanian, Satgas Pangan Polri, dan Kejaksaan Agung menemukan modus curang berupa pengemasan ulang beras biasa dalam karung bermerek premium. Selain mutu tidak sesuai, ditemukan pula berat bersih tidak akurat dan harga jual yang melebihi HET.
Kementerian Pertanian memastikan bahwa pengawasan terhadap distribusi beras akan diperketat. Langkah ini dilakukan untuk menjamin kualitas beras yang beredar di masyarakat sesuai standar dan tidak merugikan konsumen.
Beberapa merek teridentifikasi menggunakan strategi promosi dan distribusi yang agresif untuk menarik pasar, meskipun kualitas beras tidak sepadan dengan harga yang ditawarkan. Temuan ini menimbulkan kekhawatiran atas integritas industri pangan dalam negeri.
Wilmar Group, salah satu perusahaan yang diperiksa, diketahui memproduksi merek Sania dan Fortune. Meski belum ada pernyataan resmi dari pihak perusahaan, penyelidikan terus berlanjut untuk mengungkap sejauh mana keterlibatan masing-masing pihak.
Belitang Panen Raya dan Sentosa Utama Lestari juga tengah dimintai keterangan lebih lanjut terkait proses produksi dan distribusi beras premium yang mereka pasarkan. Satgas Pangan menegaskan akan mengambil langkah hukum bila terbukti ada unsur pidana.
Sementara itu, Food Station Tjipinang Jaya yang juga masuk dalam daftar perusahaan yang diperiksa, menjadi sorotan karena peran strategisnya dalam pasokan pangan ibu kota. Dugaan pelanggaran standar mutu dari perusahaan ini membuka celah evaluasi menyeluruh terhadap tata niaga beras nasional.
Brigjen Helfi menyatakan, “Jika terbukti ada unsur pidana, tentu akan kami tindaklanjuti sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.” Ia menambahkan bahwa proses hukum akan transparan dan melibatkan seluruh pihak terkait.
Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementan juga mendukung proses ini dengan menyediakan data dan informasi penunjang untuk mengungkap kebenaran. Proses ini diharapkan menjadi pelajaran penting bagi seluruh pelaku industri pangan.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut komoditas utama masyarakat. Konsumen merasa dirugikan karena telah membeli beras dengan harga premium, padahal kualitasnya tidak sesuai dengan label dan harga.
Di sisi lain, para petani juga dirugikan karena hasil panen mereka dijadikan alat manipulasi harga oleh distributor dan produsen besar. Pemerintah pun didesak segera melakukan reformasi sistem tata niaga beras secara menyeluruh.
Pengawasan distribusi, termasuk di tingkat gudang dan pengecer, kini tengah ditingkatkan. Pemerintah berharap masyarakat lebih kritis dalam memilih produk pangan dan tidak segan melaporkan dugaan pelanggaran yang ditemukan.
Satgas Pangan Polri meminta masyarakat turut serta dalam pengawasan dengan melaporkan produk beras yang mencurigakan ke instansi terkait. Peningkatan kesadaran publik dianggap penting untuk mendukung penegakan hukum yang lebih efektif.
Kementan juga mengingatkan seluruh pelaku usaha agar tidak menyalahgunakan label dan harga dalam memasarkan produk. Tindakan hukum akan ditegakkan terhadap siapa pun yang mencoba mengelabui konsumen demi keuntungan sepihak.
dari pengungkapan ini menunjukkan lemahnya pengawasan distribusi dan perlunya penguatan regulasi. Pemerintah diminta memperbaiki rantai distribusi pangan agar tidak terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat.
Langkah hukum harus dijalankan secara tegas dan transparan agar memberikan efek jera. Investigasi ini juga menjadi momentum untuk merombak sistem penetapan harga dan mutu komoditas strategis seperti beras.
Kesadaran masyarakat harus terus dibangun melalui edukasi dan sosialisasi, terutama terkait pentingnya mengenali kualitas dan standar produk pangan yang dibeli. Transparansi informasi produk perlu diperkuat di pasaran.
Peran media massa dan lembaga swadaya masyarakat sangat diperlukan untuk mengawal jalannya penyidikan dan mendorong keterbukaan industri pangan. Kolaborasi lintas sektor akan mempercepat reformasi tata niaga yang bersih dan adil.
Pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan pengawasan harga dan mutu beras premium, termasuk memperketat sertifikasi produk agar pelabelan sesuai dengan kandungan sebenarnya. Reformasi menyeluruh menjadi langkah penting demi kepentingan publik.(*)










