KYIV, EKOIN.CO – Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dilaporkan mulai melunak terkait isu wilayah, namun tetap menegaskan tidak akan menyerahkan tanah Ukraina kepada Rusia. Informasi ini muncul di tengah rencana perdamaian yang didukung oleh sejumlah negara Eropa, yang membuka peluang berakhirnya perang melalui kompromi tertentu.
(Baca Juga : Rencana Perdamaian Ukraina–Rusia)
Menurut laporan The Telegraph, opsi kompromi wilayah itu hanya mencakup area yang saat ini berada di bawah kontrol militer Rusia, termasuk “Republik Rakyat Donetsk”, “Republik Rakyat Luhansk”, wilayah Zaporizhzhia, Kherson, dan Semenanjung Krimea. Rencana ini berpotensi menghentikan pertempuran dengan penguasaan de-facto Rusia atas daerah yang telah didudukinya.
(Baca Juga : Update Konflik Ukraina–Rusia)
Rencana Perdamaian dan Opsi Penyerahan Wilayah
Sumber menyebutkan, Ukraina baru akan menerima perjanjian perdamaian jika mendapatkan jaminan keamanan yang kuat. Syarat tersebut meliputi komitmen pasokan senjata dari negara-negara sekutu dan percepatan proses keanggotaan di NATO. Persyaratan ini dianggap menjadi pengaman utama jika sebagian wilayah memang dilepas demi menghentikan perang.
(Baca Juga : NATO dan Ukraina)
Pejabat Eropa menilai Zelenskyy memiliki peluang besar memengaruhi opini publik Ukraina, terutama di kalangan pemilih yang mulai terbuka pada kemungkinan kompromi wilayah untuk mengakhiri konflik bersenjata yang telah berlangsung lebih dari dua tahun. Dukungan internasional pun dinilai penting untuk menjaga stabilitas pascaperdamaian.
(Baca Juga : Sikap Eropa terhadap Konflik Ukraina)
Namun, Zelenskyy tetap menegaskan bahwa prinsip kedaulatan Ukraina tidak bisa ditawar. Ia menyatakan, “Kami tidak akan menyerahkan wilayah kami kepada siapa pun,” menutup spekulasi bahwa ia akan sepenuhnya menyetujui rencana yang memberi Rusia kontrol penuh atas area yang mereka duduki.
(Baca Juga : Pernyataan Tegas Zelenskyy)
Manuver Diplomatik Menjelang Pertemuan Putin–Trump
Rencana perdamaian ini muncul menjelang pertemuan penting antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Donald Trump di Alaska pada 15 Agustus 2025. Gedung Putih dan Kremlin telah mengonfirmasi agenda tersebut, yang diperkirakan akan membahas isu keamanan global, termasuk sengketa wilayah di Ukraina.
(Baca Juga : Pertemuan Putin–Trump)
Duta Khusus Presiden AS, Steve Witkoff, sempat mengusulkan pertemuan tiga pihak yang melibatkan Putin, Trump, dan Zelenskyy secara bersamaan. Namun, Rusia menolak dan memilih fokus pada pembicaraan bilateral dengan AS, mengisyaratkan bahwa masalah wilayah Ukraina masih menjadi topik sensitif.
(Baca Juga : Usulan Pertemuan Tiga Pihak)
Putin sendiri mengatakan bahwa pertemuan dengan Zelenskyy “masih mungkin” terjadi, tetapi syarat-syaratnya harus dipenuhi terlebih dahulu. Ia menilai kondisi saat ini belum memungkinkan dialog langsung terkait sengketa wilayah tersebut.
(Baca Juga : Syarat Pertemuan Putin–Zelenskyy)
Sementara itu, berbagai pihak menilai bahwa langkah Zelenskyy yang melunak ini bisa jadi strategi diplomatik untuk memperkuat posisi Ukraina menjelang pembicaraan besar di tingkat internasional. Isu wilayah pun menjadi kunci dalam setiap skenario penyelesaian konflik.
(Baca Juga : Strategi Diplomasi Ukraina)
Para analis memperingatkan bahwa jika kompromi wilayah benar-benar diambil, hal ini dapat menciptakan preseden berbahaya bagi sengketa internasional di masa depan. Namun, sebagian pihak melihatnya sebagai langkah realistis untuk mengakhiri penderitaan rakyat.
(Baca Juga : Analisis Perdamaian Ukraina)
Situasi ini menunjukkan dilema besar yang dihadapi Ukraina antara mempertahankan seluruh wilayah kedaulatannya atau menerima sebagian kehilangan demi menghentikan perang.
Rencana perdamaian yang didukung Eropa memberikan harapan, namun masih penuh syarat dan ketidakpastian.
Zelenskyy harus menjaga keseimbangan antara tuntutan rakyat, sekutu, dan realitas geopolitik.
Pertemuan Putin–Trump berpotensi menjadi momen penting dalam menentukan arah konflik ini.
Keputusan akhir terkait wilayah akan menjadi babak krusial dalam sejarah Ukraina.
Ukraina perlu mempertimbangkan semua aspek strategis sebelum mengambil keputusan terkait wilayah.
Diplomasi multilateral harus dioptimalkan untuk mendapatkan jaminan keamanan yang kuat.
Dukungan publik harus dijaga melalui komunikasi yang transparan.
Perlu ada strategi jangka panjang untuk mencegah konflik berulang di masa depan.
Negara-negara pendukung harus konsisten memberi bantuan agar Ukraina tetap kuat dalam menjaga kedaulatannya.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










