Jakarta, EKOIN.CO – Nama Muhammad Riza Chalid kembali menjadi sorotan nasional setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan minyak mentah di lingkungan PT Pertamina (Persero). Penetapan ini diumumkan pada Kamis, 10 Juli 2025, oleh Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, dalam konferensi pers resmi.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
“Ditetapkan sebagai tersangka adalah MRC selaku beneficial owner PT Orbit Terminal Merak,” ujar Abdul Qohar. Dengan status tersebut, Riza Chalid menjadi tersangka ke-10 dari klaster baru yang tengah disidik Kejagung terkait pengadaan dan tata kelola minyak mentah di Pertamina periode 2018 hingga 2023.
Pihak kejaksaan menyebut dugaan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp285 triliun. Riza Chalid, yang dikenal sebagai tokoh berpengaruh di industri energi dan pernah dijuluki sebagai “saudagar minyak”, kini harus menghadapi proses hukum yang tidak mudah.
Riza Chalid memiliki latar belakang kuat dalam bisnis energi melalui Global Energy Resources, yang pernah menjadi pemasok utama untuk Petral, anak usaha Pertamina yang berbasis di Singapura. Pengaruhnya tidak hanya mencakup pasar domestik, tetapi juga merambah ke pasar internasional.
Jejak Kekayaan dan Bisnis Global
Lahir pada tahun 1960, Riza telah lama dikenal memiliki portofolio bisnis yang tersebar di berbagai sektor, mulai dari energi, perkebunan, ritel, hingga industri minuman kemasan. Nama-nama seperti Supreme Energy, Paramount Petroleum, Straits Oil, dan Cosmic Petroleum muncul sebagai bagian dari kerajaan bisnis yang dia bangun.
Menurut laporan Globe Asia tahun 2015, kekayaan Riza Chalid diperkirakan mencapai US$415 juta dan menempatkannya pada urutan ke-88 orang terkaya di Indonesia saat itu. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sosoknya jarang tampil di media dan diketahui menetap di Singapura bersama keluarganya.
Riza dikaruniai dua anak dari pernikahannya dengan Roestriana Adrianti, yaitu Muhammad Kerry Adrianto dan Kenesa Ilona Rina. Kehidupan pribadinya dijalani jauh dari sorotan publik, berbeda dengan pengaruhnya dalam dunia bisnis yang tetap besar.
Keberadaan Riza di luar negeri menambah tantangan bagi aparat penegak hukum dalam upaya menghadirkan dirinya ke meja penyidikan. Meski demikian, Kejaksaan Agung mengaku terus bekerja sama dengan otoritas internasional dalam proses hukum ini.
Dalam penelusuran lanjutan, sejumlah aset dan dokumen telah disita dari lokasi yang berkaitan dengan tersangka, termasuk bukti digital dan fisik yang diduga relevan dengan proses pengadaan minyak di Pertamina. Penyitaan tersebut dilakukan sebagai bagian dari upaya pengumpulan alat bukti.
Keterkaitan Kasus Lain dan Arah Penyidikan
Nama Riza Chalid bukan pertama kali dikaitkan dengan perkara besar. Pada 2015, ia turut terseret dalam kasus “Papa Minta Saham” bersama Setya Novanto dan Maroef Sjamsoeddin. Meskipun tidak dijerat hukum saat itu, keterlibatannya dalam rekaman percakapan membuatnya kembali dikenal publik.
Pada masa itu, Kapolri Badrodin Haiti sempat menyatakan bahwa terdapat indikasi pemufakatan jahat, namun proses penyidikan tidak dilanjutkan setelah melewati Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Selain itu, Riza juga dikaitkan dengan sejumlah kegiatan politik nasional, termasuk dugaan keterlibatan dalam pendanaan kampanye pasangan Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014.
Ia juga disebut sebagai pihak yang berada di balik pendanaan tabloid Obor Rakyat serta pembelian Rumah Polonia, yang digunakan sebagai markas pemenangan dalam kontestasi politik tersebut. Namun, tuduhan-tuduhan itu tidak pernah berujung pada proses hukum resmi.
Lebih jauh lagi, pada 2023, Riza sempat dikabarkan menjalin komunikasi dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dalam kaitan proyek tambang logam tanah jarang di Kedah. Namun kabar itu dibantah oleh Anwar yang menyatakan bahwa pertemuan tersebut dilakukan atas undangan Sultan Kedah, bukan dalam kapasitas pribadi atau bisnis.
Penyidikan kasus ini diperkirakan akan terus meluas. Kejaksaan Agung telah menyatakan bahwa alur pengadaan, kerja sama internasional, serta aliran dana yang mencurigakan akan ditelusuri secara mendalam. Mereka juga menggandeng lembaga keuangan seperti PPATK dan OJK untuk melacak potensi tindak pidana pencucian uang.
Dari sosok pengusaha yang dahulu dikenal penuh pengaruh, Riza Chalid kini berada dalam posisi yang sangat berbeda. Skandal ini membuka banyak lapisan yang selama ini belum tersentuh, termasuk relasi bisnis dan politik tingkat tinggi yang selama ini luput dari sorotan.
Pemerintah Indonesia dan aparat hukum kini menghadapi tantangan besar dalam menjaga kredibilitas dan akuntabilitas sektor energi. Kasus ini menjadi momentum untuk memperkuat pengawasan dan tata kelola yang lebih transparan di sektor strategis nasional.
Langkah lanjutan dari Kejagung sangat dinantikan oleh publik. Banyak pihak berharap agar proses hukum berjalan tanpa intervensi dan mampu mengungkap seluruh aktor di balik kerugian negara yang sangat besar ini.
Penting bagi masyarakat untuk terus memantau perkembangan kasus ini karena dampaknya tidak hanya pada sisi hukum, tetapi juga terhadap kepercayaan publik terhadap institusi negara dan BUMN strategis seperti Pertamina.
Kasus yang menyeret Riza Chalid memberikan pelajaran bahwa pengawasan terhadap sistem pengadaan dan bisnis energi tidak boleh diabaikan. Pemerintah dan lembaga terkait perlu memperkuat instrumen pengawasan dan keterbukaan data agar risiko penyalahgunaan wewenang bisa diminimalisir.
Penyidikan terhadap tokoh-tokoh besar seperti ini membuka peluang bagi reformasi struktural di tubuh BUMN, khususnya yang bergerak di sektor energi dan migas. Penataan ulang manajemen risiko dan sistem pengadaan menjadi langkah mendesak yang tak bisa ditunda.
Selain itu, penting pula memperkuat kerja sama internasional agar tersangka yang berada di luar negeri dapat dihadirkan dan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum Indonesia. Mekanisme ekstradisi dan diplomasi hukum perlu dioptimalkan dalam kasus ini.
Agar penegakan hukum lebih efektif, transparansi kepada publik harus dijaga. Setiap perkembangan kasus perlu diumumkan secara terbuka untuk menjaga akuntabilitas dan mencegah manipulasi informasi. Media dan masyarakat juga memiliki peran penting sebagai pengawas eksternal.
Akhirnya, kasus ini harus dijadikan refleksi bagi para pengambil kebijakan untuk lebih memperhatikan integritas dalam setiap kebijakan sektor energi. Kepentingan publik harus diutamakan dan tidak lagi dikorbankan demi kepentingan pribadi segelintir elit bisnis maupun politik.(*)










