JAKARTA, EKOIN.CO – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun 2025 diperkirakan mengalami pelemahan dan tidak mencapai angka 5% secara tahunan (year on year/yoy). Hal ini mengemuka sehari sebelum pengumuman resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS), yang dijadwalkan pada Selasa, 5 Agustus 2025. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 institusi memperkirakan angka pertumbuhan hanya mencapai 4,78% (yoy) dan 3,69% secara kuartalan (qtq).
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Angka tersebut lebih rendah dari capaian pada kuartal I-2025, di mana ekonomi Indonesia tumbuh 4,87% (yoy) dan mengalami kontraksi sebesar 0,98% (qtq). Dengan demikian, jika proyeksi tersebut terbukti benar, maka pertumbuhan kuartal II-2025 menjadi yang terlemah sejak kuartal III-2021 ketika pandemi Covid-19 gelombang Delta melanda.
Konsensus pasar juga menunjukkan pandangan lebih pesimistis dibandingkan proyeksi pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam paparannya menyatakan bahwa optimisme tetap ada berkat konsumsi masyarakat yang relatif positif dan dunia usaha yang masih bertahan. Hal ini, menurutnya, didorong oleh peranan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam mendukung stimulus ekonomi.
Pemerintah Tetap Optimistis
Dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Triwulan II-2025 yang berlangsung pada Senin, 28 Juli 2025, Sri Mulyani menekankan bahwa berbagai program strategis pemerintah telah mulai berjalan dan mendukung pertumbuhan. Ia juga menyebutkan bahwa sektor-sektor prioritas tetap menjadi tumpuan untuk menjaga daya beli dan konsumsi domestik.
“Peran swasta sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi akan terus ditingkatkan,” ujar Sri Mulyani. Ia menambahkan bahwa pemerintah juga akan mendorong peran Danantara, sebuah lembaga pembiayaan strategis, agar semakin optimal dalam mendukung pertumbuhan.
Lebih lanjut, pemerintah merancang berbagai strategi untuk meningkatkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian nasional. Tujuannya adalah agar pertumbuhan ekonomi tetap berada di kisaran 5% sepanjang tahun 2025.
Namun, angka proyeksi 4,78% pada kuartal II-2025 menunjukkan bahwa ekonomi nasional masih menghadapi tekanan signifikan. Dibandingkan periode sebelumnya, kondisi ini mencerminkan pelemahan yang cukup tajam dan menimbulkan kekhawatiran akan dampak lanjutan terhadap kesejahteraan masyarakat dan pelaku usaha.
Konsumsi dan Ekspor Menjadi Sorotan
Salah satu penyebab utama perlambatan ini adalah melemahnya konsumsi rumah tangga. Meskipun sektor ekspor menunjukkan perbaikan, konsumsi domestik yang menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya pulih. Sejumlah analis menyebut bahwa tekanan inflasi dan kenaikan harga pangan turut menahan daya beli masyarakat.
Meski demikian, sektor perdagangan luar negeri mencatatkan kinerja yang cukup baik. Nilai ekspor Indonesia pada kuartal II-2025 mencapai US$68,69 miliar, meningkat 9,56% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ini dipengaruhi oleh membaiknya permintaan global terhadap komoditas unggulan Indonesia.
Selain itu, strategi percepatan pengiriman barang ke luar negeri atau front-loading oleh eksportir nasional juga memberikan kontribusi signifikan. Langkah ini diambil untuk mengantisipasi tarif baru yang direncanakan Amerika Serikat, sehingga mendorong nilai ekspor dalam jangka pendek.
Namun, meskipun sektor ekspor menunjukkan kinerja positif, hal ini belum mampu mengimbangi pelemahan dari sisi konsumsi domestik. Berbagai stimulus yang digelontorkan pemerintah pada kuartal I-2025 dinilai belum memberikan dampak maksimal terhadap pergerakan ekonomi masyarakat.
Dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi, Indonesia berisiko menghadapi situasi ekonomi terburuk dalam empat tahun terakhir. Dibandingkan masa pandemi, angka pertumbuhan ini mengindikasikan perlambatan struktural yang perlu diantisipasi secara serius oleh pembuat kebijakan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap konsumsi domestik sebagai penopang utama ekonomi masih rentan terhadap guncangan. Oleh karena itu, diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi menjadi kebutuhan mendesak untuk menjaga kestabilan jangka panjang.
Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah perlu memperkuat reformasi struktural dan mempercepat realisasi proyek strategis nasional yang memiliki dampak luas terhadap lapangan kerja dan investasi. Daya tahan ekonomi nasional akan sangat tergantung pada kemampuan semua sektor dalam mendorong pertumbuhan inklusif.
Di tengah tantangan global dan domestik, penguatan koordinasi antar lembaga ekonomi menjadi sangat penting. Langkah-langkah konkret harus segera diambil untuk menjaga momentum pertumbuhan dan menghindari perlambatan berkepanjangan.
Diperlukan upaya simultan untuk menjaga stabilitas harga, memperkuat daya beli masyarakat, serta memberikan kepastian hukum bagi investasi. Selain itu, peran swasta perlu dioptimalkan melalui kemudahan berusaha dan pengurangan beban regulasi yang tidak efisien.
pengumuman pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 oleh BPS menjadi indikator penting yang akan menentukan arah kebijakan ekonomi pemerintah ke depan. Jika proyeksi pelemahan benar terjadi, maka langkah cepat dan tepat sangat diperlukan untuk menjaga target pertumbuhan tahunan tetap tercapai.
Sebagai pemerintah disarankan segera memperkuat daya beli masyarakat melalui kebijakan fiskal yang tepat sasaran, seperti subsidi langsung dan dukungan UMKM. Selain itu, stimulus terhadap sektor produktif harus diprioritaskan untuk memperkuat lapangan kerja.
Kebijakan moneter juga harus bersinergi dengan kebijakan fiskal agar dampak inflasi bisa dikendalikan tanpa menghambat pertumbuhan. Investasi infrastruktur perlu didorong secara selektif agar memiliki efek berganda bagi sektor riil dan mempercepat pemulihan konsumsi.
Pemerintah dan sektor swasta perlu meningkatkan kolaborasi dalam menghadapi perlambatan ini. Dukungan pembiayaan dan kemudahan akses pasar menjadi kunci untuk menjaga kelangsungan usaha dan produksi nasional.
Transparansi dalam penyusunan kebijakan dan komunikasi yang efektif kepada publik akan membantu menjaga kepercayaan pelaku usaha dan masyarakat. Ini penting untuk menciptakan stabilitas dan optimisme di tengah ketidakpastian global.
Jika seluruh elemen ekonomi bekerja sama dan adaptif terhadap perubahan, maka perekonomian Indonesia masih memiliki peluang untuk bangkit dan mencapai pertumbuhan berkelanjutan. Dengan demikian, tekanan saat ini bisa menjadi momentum untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional. (*)










