Ouagadougou, EKOIN.CO – Presiden sementara Burkina Faso, Ibrahim Traoré, mendadak viral setelah menolak ajakan pertemuan dengan Donald Trump sekaligus menegaskan dirinya tidak mau menerima gaji sebagai presiden Afrika. Sikap ini membuat Traoré dipuji publik karena dinilai tegas, sederhana, dan berani berbeda dari kebanyakan pemimpin dunia.
👉 Gabung WA Channel EKOIN untuk update berita terkini.
Traoré, yang kini berusia 37 tahun, menjabat sejak Oktober 2022 usai memimpin kudeta militer. Lahir pada 14 Maret 1988, ia menjadi presiden Afrika termuda saat ini dan kepala negara termuda kedua di dunia. Perjalanan politiknya yang singkat namun penuh sorotan semakin menguatkan citra kepemimpinannya.
Presiden Afrika Tolak Pertemuan Trump
Sumber diplomatik di Ouagadougou menyebut Traoré secara tegas menolak undangan Presiden AS Donald Trump untuk bertemu membahas kerja sama strategis. Penolakan itu menjadi headline di berbagai media karena dianggap simbol kemandirian presiden Afrika yang tidak ingin terjebak dalam tekanan geopolitik global.
“Burkina Faso berhak menentukan arah politiknya tanpa intervensi asing,” ujar seorang pejabat pemerintah setempat. Keputusan itu dinilai sejalan dengan semangat kedaulatan nasional yang sering digaungkan Traoré dalam berbagai kesempatan.
Langkah tersebut sekaligus mempertegas arah kebijakan luar negeri Burkina Faso yang kini lebih menekankan kolaborasi dengan negara-negara Afrika dan mitra alternatif selain blok Barat. Viral di media sosial, banyak warga muda Afrika menganggap keberanian Traoré mencerminkan lahirnya generasi baru presiden Afrika yang percaya diri.
Presiden Afrika Tak Ambil Gaji Negara
Selain isu diplomasi, Traoré juga menarik perhatian karena tidak mengambil gaji bulanannya sebagai presiden Afrika. Laporan media lokal menyebut ia memilih agar gajinya dialihkan untuk mendukung program sosial serta memperkuat anggaran keamanan nasional.
“Pemimpin sejati harus mendahulukan rakyatnya. Saya tidak membutuhkan gaji itu, yang lebih penting adalah bagaimana rakyat bisa merasakan perubahan nyata,” kata Traoré dalam sebuah pernyataan publik.
Sikap ini membuat popularitasnya semakin meningkat. Banyak warga Burkina Faso menilai tindakan tersebut menunjukkan keteladanan dan kejujuran, dua hal yang jarang ditemui dalam kepemimpinan politik di kawasan.
Kebijakan tersebut muncul di tengah kondisi keamanan Burkina Faso yang masih rapuh akibat serangan kelompok bersenjata. Dengan menolak gaji dan memilih menyalurkannya untuk kebutuhan rakyat, Traoré berupaya meneguhkan legitimasi pemerintahannya.
Bagi sebagian besar masyarakat, keputusan itu dianggap sebagai bukti keseriusan seorang presiden Afrika dalam memperjuangkan kesejahteraan warganya, bukan sekadar mempertahankan kekuasaan.
Respons internasional pun bermunculan. Beberapa analis menyebut sikap Traoré sebagai “politik simbolis” yang mampu mengangkat reputasinya di panggung global. Namun bagi rakyat Burkina Faso, tindakan itu lebih nyata karena langsung berkaitan dengan kehidupan sehari-hari mereka.
Meski masih menuai pro dan kontra, Ibrahim Traoré berhasil menempatkan dirinya sebagai tokoh penting dalam narasi baru kepemimpinan Afrika. Ia tampil dengan gaya sederhana, berani menolak tekanan besar, dan memilih keberpihakan pada rakyat kecil.
Dengan langkahnya, Traoré memperlihatkan bagaimana seorang presiden Afrika dapat mengubah persepsi dunia: dari sekadar penguasa lokal menjadi simbol kemandirian dan integritas.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










