Nganjuk EKOIN.CO – Kepala Desa Dadapan, Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Yuliantono, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi APBDes tahun anggaran 2023–2024. Kejaksaan Negeri Nganjuk mengumumkan penahanan tersebut pada Selasa (16/9/2025). Gabung WA Channel EKOIN.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Nganjuk, Koko Roby Yahya, menjelaskan bahwa penetapan tersangka bermula dari laporan masyarakat pada 23 Mei 2025. Hasil penyelidikan mengungkap bahwa dana APBDes yang dicairkan dari Bank Jatim tidak sepenuhnya diserahkan kepada pelaksana kegiatan desa.
“Tersangka YT setelah melakukan pencairan anggaran APBDes tahun 2023 dan 2024 dari Bank Jatim, tidak menyerahkan dana sepenuhnya kepada pelaksana kegiatan terkait,” ujar Koko.
Dugaan Penyimpangan Dana APBDes
Menurut Koko, Yuliantono justru mengelola sendiri sebagian besar anggaran pembangunan fisik maupun nonfisik. Beberapa program pembangunan disebut tidak sesuai ketentuan, bahkan terdapat kegiatan yang tidak pernah dilaksanakan alias fiktif.
Tidak hanya itu, tersangka juga memerintahkan pembuatan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif. Dokumen tersebut diperkuat dengan nota, kuitansi, serta stempel palsu untuk menyesuaikan laporan dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Kantor Akuntan Publik (KAP) Nur Shodiq dan Rekan melakukan audit dan menemukan indikasi kerugian negara mencapai Rp 1 miliar dari pengelolaan APBDes Dadapan. Hasil itu dijadikan dasar penahanan tersangka.
Dengan dua alat bukti yang cukup, Kejari Nganjuk menahan Yuliantono di Rutan Kelas IIB Nganjuk selama 20 hari, terhitung 16 September hingga 5 Oktober 2025. “Tim penyidik melakukan penahanan rutan selama 20 hari,” jelas Koko.
Pernah Gugat Kewenangan Intelijen Ke MK
Kasus ini menarik perhatian publik karena Yuliantono sebelumnya dikenal pernah menggugat kewenangan intelijen Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia mengajukan uji materiil UU Nomor 11 Tahun 2021 terkait Pasal 30B tentang bidang intelijen dan penyelidikan.
Permohonan tersebut teregister dengan Nomor 138/PUU-XXIII/2025, dengan sidang perdana digelar pada 22 Agustus 2025. Dalam persidangan, kuasa hukumnya, Prayogo Laksono, menilai kewenangan jaksa di bidang intelijen berpotensi multitafsir dan bisa menimbulkan kesewenang-wenangan.
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh kala itu memberi nasihat agar pemohon memperkuat argumentasi dengan doktrin hukum serta perbandingan praktik di negara lain. “Posita sebaiknya dapat diperkuat,” ujarnya dalam sidang.
Sementara itu, Kejari Nganjuk memastikan penanganan perkara ini sesuai hukum yang berlaku. Yuliantono dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 3 sebagai subsider.
“Kejaksaan Negeri Nganjuk berkomitmen penuh untuk terus memberantas tindak pidana korupsi, dan memastikan akuntabilitas penggunaan anggaran negara, khususnya di tingkat desa,” tegas Koko.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










