Jakarta EKOIN.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap fakta mengejutkan dalam kasus pemerasan RPTKA Kementerian Ketenagakerjaan. Mantan Staf Ahli Menaker Bidang Hubungan Internasional, Haryanto, diduga meminta satu unit mobil Toyota Innova dari seorang agen tenaga kerja asing (TKA). Temuan ini semakin mempertegas pola korupsi yang berlangsung lama di institusi tersebut.
Gabung WA Channel EKOIN di sini
KPK menegaskan bahwa mobil yang diminta Haryanto kini telah disita sebagai barang bukti. Fakta baru ini menambah daftar panjang modus pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) yang nilainya ditaksir mencapai Rp53,7 miliar.
Detail Pemerasan RPTKA
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa Haryanto secara spesifik meminta kepada agen TKA untuk membelikan satu unit mobil di sebuah dealer Jakarta. “Ditemukan fakta bahwa tersangka dimaksud juga meminta kepada salah seorang agen TKA untuk dibelikan satu unit kendaraan roda empat di sebuah dealer di Jakarta,” ujarnya pada Minggu (28/9).
Permintaan tersebut dipenuhi oleh agen TKA dengan membeli Toyota Innova. Mobil itu kini sudah diamankan oleh KPK sebagai bagian dari strategi pembuktian sekaligus pemulihan kerugian negara.
Selain mobil, penyidik menemukan bahwa praktik pemerasan telah dilakukan secara sistematis sejak 2019 hingga 2024. Para tersangka memanfaatkan celah aturan dengan menahan penerbitan RPTKA agar pemohon terpaksa membayar sejumlah uang.
Deretan Tersangka dan Pola Pemerasan
Haryanto bukan satu-satunya tersangka. KPK juga menetapkan tujuh nama lain, yakni Suhartono, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad. Seluruhnya merupakan aparatur sipil negara di Kemenaker.
Dari praktik itu, mereka berhasil mengumpulkan dana hingga Rp53,7 miliar. Pemohon RPTKA terpaksa membayar agar proses penerbitan izin kerja dan izin tinggal tenaga kerja asing tidak terhambat. Jika tidak, mereka terancam denda Rp1 juta per hari.
Pola pemerasan ini ternyata sudah berlangsung lintas periode. Dimulai sejak masa Menaker Abdul Muhaimin Iskandar (2009–2014), berlanjut pada era Hanif Dhakiri (2014–2019), dan masih terjadi pada masa Ida Fauziyah (2019–2024).
KPK telah menahan kedelapan tersangka dalam dua tahap, yakni 17 Juli 2025 dan 24 Juli 2025. Penahanan dilakukan untuk mempercepat proses hukum sekaligus memberi efek jera.
Lembaga antirasuah tersebut juga memastikan penyelidikan belum berhenti. Jaringan yang lebih luas dari kasus pemerasan RPTKA masih ditelusuri, termasuk kemungkinan adanya pihak lain di luar Kemenaker yang terlibat.
KPK menegaskan komitmennya dalam pemberantasan korupsi di sektor perizinan tenaga kerja asing. Upaya ini diharapkan tidak hanya memulihkan kerugian negara, tetapi juga mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah.
Kasus pemerasan RPTKA menjadi pengingat bahwa praktik korupsi dapat berkembang jika pengawasan tidak ketat. Penegakan hukum harus diikuti dengan reformasi sistem perizinan agar tidak lagi dimanfaatkan sebagai ladang pungli.
Transparansi pelayanan publik menjadi kunci mencegah penyalahgunaan wewenang. Sistem digital yang terintegrasi dapat memangkas peluang terjadinya pemerasan dalam pengurusan izin.
Masyarakat juga diharapkan berani melaporkan praktik curang yang mereka alami. Keterlibatan publik akan mempercepat pemberantasan korupsi yang merugikan negara.
KPK di sisi lain perlu memperluas edukasi antikorupsi, terutama di sektor pelayanan publik. Pencegahan harus berjalan beriringan dengan penindakan agar kasus serupa tidak berulang.
Skandal ini memberi pelajaran bahwa integritas aparatur negara adalah pondasi penting dalam menjaga kredibilitas pemerintahan. Tanpa itu, pemerasan akan terus berulang dalam wajah berbeda. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










