JAKARTA EKOIN.CO – Proses pemecahan sertifikat tanah warisan merupakan salah satu tahapan penting yang perlu dilakukan ahli waris guna memastikan hak atas tanah terbagi secara sah dan legal. Berdasarkan peraturan terbaru, proses ini telah diatur secara rinci melalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 16 Tahun 2021 serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Proses pemecahan sertifikat tanah warisan memungkinkan satu bidang tanah dapat dibagi menjadi beberapa bagian, masing-masing dengan sertifikat yang berbeda. Langkah ini umumnya dilakukan oleh ahli waris ketika hendak membagi kepemilikan tanah kepada para keturunan atau anggota keluarga yang sah.
Mengacu pada penjelasan dalam buku “Cara Bijak Membeli Properti” karya Herru Karuniawan, terdapat dua metode yang lazim digunakan dalam proses ini, yakni melalui akta hibah dan akta waris. Akta hibah dilakukan ketika pemilik tanah masih hidup, sedangkan akta waris dilakukan saat pemilik tanah telah meninggal dunia.
Proses pemecahan sertifikat tanah harus dilakukan sesuai ketentuan hukum. Pasal 48 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa pemecahan bidang tanah dapat dilakukan atas permintaan pemegang hak, dengan masing-masing bagian memperoleh status hukum yang sama seperti tanah semula.
Untuk memulai proses ini, masyarakat wajib memenuhi persyaratan administratif yang telah ditetapkan dalam Pasal 111 ayat (1) Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2021. Permohonan hanya bisa diajukan oleh ahli waris atau kuasanya dengan dokumen pendukung yang sah.
Syarat Administratif Pecah Sertifikat Tanah
Beberapa dokumen penting yang wajib dilampirkan di antaranya sertifikat tanah asli atas nama pewaris, surat kematian dari instansi berwenang, dan bukti sah sebagai ahli waris. Bukti ini dapat berupa wasiat, putusan pengadilan, akta notaris, atau surat pernyataan waris yang disahkan oleh kepala desa dan camat setempat.
Selain itu, ahli waris perlu memperhatikan bahwa surat keterangan waris juga dapat diperoleh dari Balai Harta Peninggalan jika sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Semua dokumen tersebut bertujuan untuk menghindari sengketa kepemilikan di kemudian hari.
Setelah dokumen lengkap, proses pengajuan dapat dilanjutkan ke kantor pertanahan. Petugas akan melakukan verifikasi dan pengukuran ulang terhadap tanah yang akan dipecah. Hasil pengukuran menjadi dasar dalam penerbitan sertifikat baru.
Pengukuran ini dilakukan secara teknis untuk memastikan batas-batas lahan baru tidak tumpang tindih. Setelah pengukuran selesai, proses akan berlanjut pada penerbitan sertifikat untuk setiap bidang tanah yang telah dipisah sesuai permohonan ahli waris.
Simulasi Biaya Pecah Sertifikat Tanah
Dalam praktiknya, proses pecah sertifikat tanah membutuhkan sejumlah biaya. Biaya ini ditentukan berdasarkan jumlah bidang tanah, luas lahan, dan penggunaan tanah apakah untuk pertanian atau non-pertanian. Kementerian ATR/BPN menyediakan simulasi perhitungan biaya di laman resminya.
Sebagai contoh, untuk memecah sertifikat tanah seluas 1000 meter persegi di wilayah Jawa Tengah menjadi enam bagian non-pertanian, total biaya yang diperlukan adalah Rp 1.860.000. Rinciannya, Rp 1.560.000 untuk pengukuran dan Rp 300.000 untuk biaya pendaftaran.
Untuk memudahkan perhitungan, masyarakat dapat mengakses fitur simulasi biaya pecah sertifikat di situs https://www.atrbpn.go.id/. Layanan ini memberikan estimasi biaya sesuai data yang diinput, seperti jumlah bidang, luas tanah, serta lokasi dan jenis penggunaan lahan.
Langkah pertama adalah membuka menu “Layanan Pertanahan”, lalu memilih “Cari Layanan” dan mengetik “Pemecahan”. Setelah itu, masyarakat bisa mengisi kolom jumlah bidang, luas, provinsi, serta jenis penggunaan, dan klik “Hitung Biaya” untuk mengetahui estimasi dana yang diperlukan.
Situs resmi Kementerian ATR/BPN juga menyediakan informasi tambahan terkait tahapan pemecahan, estimasi waktu pengurusan, dan tata cara pengajuan online. Ini bertujuan mempermudah masyarakat dalam mengakses layanan pertanahan dengan transparan.
Hingga kini, proses pemecahan sertifikat tanah warisan menjadi salah satu bentuk pendaftaran tanah yang cukup banyak diajukan oleh masyarakat, terutama di daerah dengan kepemilikan tanah yang diwariskan secara turun-temurun.
Tingginya permintaan terhadap layanan ini menunjukkan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar mereka memahami prosedur, persyaratan, serta implikasi hukum dari pembagian hak atas tanah warisan.
Dalam banyak kasus, proses ini juga menjadi penyebab sengketa tanah antar ahli waris karena ketidaksesuaian dokumen atau ketidaksepakatan jumlah bagian tanah. Oleh karena itu, sangat penting setiap ahli waris memperoleh informasi yang lengkap sebelum memulai prosesnya.
pecah sertifikat tanah bukan hanya persoalan administratif semata, namun juga berkaitan erat dengan kepastian hukum dan keadilan dalam pembagian warisan keluarga.
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memastikan semua ahli waris memiliki kesepakatan tertulis terkait pembagian lahan. Kesepakatan ini akan menghindari perselisihan dan mempercepat proses pengurusan di instansi terkait.
Masyarakat juga disarankan untuk menggunakan jasa notaris dalam membuat akta waris maupun surat pernyataan waris agar keabsahan dokumen diakui secara hukum. Hal ini sangat membantu dalam tahap verifikasi di kantor pertanahan.
Penting pula untuk mempersiapkan anggaran pengukuran dan pendaftaran agar proses berjalan lancar tanpa hambatan. Mengakses layanan simulasi biaya online adalah salah satu cara tepat untuk mengetahui estimasi kebutuhan dana sejak awal.
Dengan mengikuti prosedur resmi yang telah diatur pemerintah, pemecahan sertifikat tanah warisan dapat dilakukan secara tertib, transparan, dan minim sengketa. (*)










