Pekanbaru EKOIN.CO – Kejaksaan Agung kembali mengungkap jejak korupsi mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, dengan menyita tujuh bidang tanah bernilai Rp35,1 miliar di Pekanbaru. Aset tersebut diduga kuat hasil tindak pidana pencucian uang yang disamarkan atas nama anak-anaknya. Langkah ini menambah panjang daftar harta karun korupsi yang berhasil diamankan negara. Ikuti berita terbaru di WA Channel EKOIN.
Penyitaan Aset Korupsi di Pekanbaru
Pusat Penerangan Hukum Kejagung memastikan penyitaan aset tanah yang terdaftar atas nama Ronny Bara Pratama dan Diera Cita Andini, dua anak Zarof Ricar. Penyidik menemukan dua bidang tanah beserta bangunan di Kecamatan Marpoyan Damai yang bernilai tinggi, dengan kepemilikan atas nama Ronny.
Selain itu, tiga bidang tanah kosong di kawasan yang sama juga diamankan karena terdaftar atas nama Diera. Penyitaan ini menunjukkan pola sistematis yang dipakai Zarof untuk menyamarkan kepemilikan harta hasil korupsi melalui keluarganya.
Tak berhenti di sana, Kejagung turut menyita dua bidang tanah kosong lainnya di Kecamatan Bina Widya, Kelurahan Delima, Pekanbaru. Keduanya kembali terdaftar atas nama Ronny, menegaskan peran keluarga dalam penyamaran aset korupsi tersebut.
Modus Licik Zarof Ricar
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, menegaskan nilai total aset yang disita mencapai Rp35,1 miliar dengan luas keseluruhan sekitar 13.362 meter persegi. “Ada dua bidang tanah serta bangunan di Marpoyan Damai atas nama putra ZR. Inisialnya RBP (Ronny Bara Pratama),” ujar Anang di Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Ia menambahkan, tiga bidang tanah lain atas nama putri Zarof, Diera Cita Andini, juga berhasil diamankan. Dengan demikian, pola penyamaran harta dilakukan secara berlapis untuk menyulitkan pelacakan.
Penyitaan ini menjadi bagian dari strategi Kejaksaan Agung dalam memiskinkan koruptor dan menutup ruang penyembunyian aset. Upaya ini dianggap penting untuk menekan kerugian negara yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Kasus Zarof sendiri berawal dari praktik suap, gratifikasi, dan dugaan pemufakatan jahat dalam perkara hukum di Mahkamah Agung sepanjang 2012–2024. Skandal ini juga mencuat dalam kasus vonis bebas kontroversial yang melibatkan nama Gregorius Ronald Tannur.
Zarof, yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Litbang, Pendidikan, dan Pelatihan Hukum serta Peradilan MA, telah divonis 18 tahun penjara. Hukuman itu dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta setelah memperberat putusan sebelumnya.
Putusan banding ini mempertegas posisi Zarof sebagai salah satu aktor besar dalam jaringan korupsi peradilan yang merusak kepercayaan publik. Kini, dengan penyitaan harta senilai miliaran rupiah, negara semakin menegaskan komitmen untuk menelusuri dan menyita hasil kejahatan korupsi.
Kejagung memastikan bahwa proses penelusuran harta tidak akan berhenti di Pekanbaru. Penyidik masih melacak kemungkinan adanya aset lain yang disembunyikan di wilayah berbeda, baik melalui keluarga maupun pihak ketiga.
Dengan langkah ini, publik diharapkan melihat bahwa penyidikan korupsi tidak hanya berhenti pada vonis, melainkan berlanjut ke tahap pemulihan kerugian negara melalui penyitaan aset.
Kasus korupsi Zarof Ricar menegaskan kembali bahwa penyamaran harta melalui keluarga menjadi modus yang sering digunakan.
Penyitaan tujuh bidang tanah di Pekanbaru bernilai Rp35,1 miliar memberi sinyal kuat bahwa negara tidak segan memiskinkan koruptor.
Upaya Kejaksaan Agung ini juga sekaligus memberi pesan peringatan bahwa keadilan hukum tidak berhenti pada vonis penjara.
Dengan terungkapnya aset yang disamarkan atas nama anak, publik semakin memahami betapa sistematisnya praktik pencucian uang yang dijalankan.
Kasus ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperkuat sistem pengawasan aset pejabat negara guna mencegah praktik serupa terulang. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










