Medan EKOIN.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan kembali memanggil Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. Muryanto Amin, terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara. Pemanggilan ini dilakukan setelah Muryanto Amin tidak hadir memenuhi panggilan pada 15 Agustus 2025 lalu. Langkah ini dinilai penting oleh KPK untuk memperjelas persoalan pergeseran anggaran yang kini menjadi sorotan majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan.
Gabung WA Channel EKOIN untuk update berita terkini
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa keterangan Rektor USU sangat dibutuhkan untuk memperkuat proses penyidikan. Menurutnya, pengungkapan alur anggaran akan menjadi kunci dalam memahami pola dugaan korupsi proyek jalan tersebut.
Asep menegaskan, pemanggilan ulang ini tidak bisa ditunda lagi. Hal itu karena majelis hakim Tipikor Medan juga menyoroti pergeseran anggaran dalam sidang sebelumnya. “Karena kepentingannya adalah terkait dengan masalah anggaran, yang ternyata juga kan ditanyakan (majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, red.) pergeseran anggaran ini,” ujarnya.
Alasan KPK Panggil Kembali Rektor USU
Penyidik KPK menilai, informasi yang dimiliki Muryanto Amin sangat relevan dengan jalannya kasus. Tidak hanya untuk melengkapi dokumen penyidikan, tetapi juga untuk memperkuat bukti yang sudah dikumpulkan dari pihak lain.
Sejauh ini, KPK telah mengantongi banyak keterangan dari para tersangka maupun saksi lain. Namun, posisi Rektor USU dianggap strategis karena berkaitan langsung dengan alur administrasi anggaran yang menjadi titik persoalan utama.
Keterangan tambahan ini juga diharapkan mampu mengurai benang kusut kasus yang menjerat sejumlah pejabat dan pihak swasta. Dengan menghadirkan Rektor USU, KPK ingin mendapatkan gambaran lebih utuh tentang bagaimana dana proyek tersebut dikelola, termasuk adanya dugaan pengalihan alokasi.
Pemanggilan ulang ini menjadi semakin mendesak mengingat Rektor USU sebelumnya mangkir dari jadwal pemeriksaan. Ketidakhadirannya pada 15 Agustus 2025 dianggap menghambat kelancaran penyidikan. Oleh karena itu, KPK memastikan akan menyiapkan langkah hukum apabila pemanggilan kedua ini kembali tidak dipenuhi.
Kronologi Kasus Korupsi Proyek Jalan Sumut
Kasus ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 26 Juni 2025. OTT tersebut menyasar proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara serta Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
Dua hari setelah OTT, tepatnya 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima tersangka. Mereka terbagi dalam dua klaster kasus berbeda, mencakup enam proyek dengan total nilai mencapai Rp231,8 miliar. Angka tersebut mencerminkan besarnya potensi kerugian negara akibat dugaan korupsi.
Empat proyek di Dinas PUPR Sumut masuk dalam klaster pertama. Sementara itu, dua proyek lainnya berada di bawah Satker PJN Wilayah I Sumut. Dalam penyidikan, peran para tersangka dipetakan secara jelas, mulai dari pemberi hingga penerima suap.
KPK menduga Muhammad Akhirun Piliang dan Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang sebagai pemberi dana suap. Keduanya adalah direktur perusahaan kontraktor yang terlibat langsung dalam proyek. Suap itu diberikan untuk memuluskan pengadaan sekaligus menjamin keuntungan.
Di sisi lain, penerima dana suap di klaster pertama adalah Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, serta Rasuli Efendi Siregar yang merangkap sebagai Kepala UPTD Gunung Tua dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Untuk klaster kedua, penerima suap adalah Heliyanto, PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut.
Persidangan terhadap beberapa terdakwa telah berlangsung di Pengadilan Tipikor Medan, termasuk untuk Akhirun Piliang dan Rayhan Dulasmi Piliang. Dalam persidangan 17 dan 24 September 2025, majelis hakim menyoroti detail alokasi anggaran yang berubah-ubah dalam proyek, sehingga memperkuat dugaan adanya rekayasa anggaran.
Pergeseran anggaran inilah yang kini menjadi titik kritis dalam perkara. Fakta itu pula yang membuat keterangan Rektor USU dianggap sangat menentukan. Majelis hakim menuntut penjelasan lebih rinci agar jalannya proyek dapat dipetakan secara objektif.
KPK menegaskan bahwa proses hukum akan terus berjalan sesuai aturan. Semua pihak yang dianggap relevan, termasuk akademisi atau pejabat universitas, akan dimintai keterangan. Hal ini sekaligus menandakan bahwa penegakan hukum tidak pandang bulu, baik terhadap pejabat pemerintah maupun kalangan akademik.
Dengan pemanggilan ulang terhadap Prof. Muryanto Amin, KPK berharap kasus korupsi proyek jalan Sumut bisa diurai dengan lebih transparan. Publik juga diharapkan dapat mengikuti perkembangan kasus ini secara terbuka demi akuntabilitas penegakan hukum.
Pemanggilan ulang terhadap Rektor USU menjadi langkah strategis KPK untuk mengungkap lebih jauh alur pergeseran anggaran.
Keterangan Muryanto Amin akan menjadi elemen penting dalam memperkuat bukti dan melengkapi penyidikan kasus besar ini.
Kasus korupsi proyek jalan Sumut melibatkan banyak pihak dari kalangan pejabat hingga kontraktor, dengan kerugian negara yang besar.
Sidang di Pengadilan Tipikor Medan telah menyoroti aspek keuangan proyek, sehingga menuntut kejelasan lebih mendalam dari saksi kunci.
Dengan transparansi dan ketegasan, publik berharap KPK mampu menuntaskan kasus ini dan menutup celah korupsi di sektor infrastruktur. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v










